MEDAN - BOS : Suparman, terdakwa kasus dugaan penipuan penggelapan ratusan juta rupiah dengan modus memasukkan pegawai negeri sipil (PNS) merasa menjadi korban seseorang bernama Abdul Gani. Ironisnya, seluruh uang biaya masuk PNS tersebut telah disetorkan terdakwa kepada Abdul Gani.
Hal itu diungkapkan Suparman saat memberikan keterangannya dihadapan Ketua Majelis Hakim, Tengku Oyong dalam sidang yang digelar di ruang Cakra 6, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (26/11) sore.
"Waktu itu tahun 2014 yang mulia. Dia (Abdul Gani) datang ke rumah saya. Saya nanya kerjaan untuk anak saya. Terus dia bilang masukkan PNS saja. Syaratnya bayar Rp100 juta kalau anak saya S1," ucap Suparman yang merupakan pensiunan pegawai PT Inalum ini.
Lanjut Suparman, karena saat itu Abdul Gani menjabat sebagai Asisten II di Pemkab Batubara membuatnya percaya. Selanjutnya Abdul Gani menyuruhnya untuk dicarikan orang yang mau dimasukkan PNS.
"Abdul Gani bilang kalau ada yang mau jadi PNS syaratnya untuk SLTA Rp50 juta kalau D3 Rp75 juta dan S1 Rp100 juta," beber Suparman.
Singkat cerita, Suparman kemudian mencarikan orang yang mau masuk PNS. Dia kemudian berkenalan dengan saksi Erna.
"Dari Erna saya terima uang muka sebesar Rp40 juta untuk nama Sulaiman D3 yang mau dimasukkan PNS. Kemudian dari Erna saya kenal yang lainnya," tutur Suparman.
Ditanya Majelis Hakim berapa sebenarnya total uang yang sudah diterimanya, Suparman mengaku bervariasi.
"Yustina Rp300 juta lebih, Salamah Rp600 juta dan Erna Rp40 juta. Dan semua uang itu saya serahkan semua kepada Abdul Gani. Saya hanya mengambil ongkos saja," ungkap Suparman.
Setelah menerima uang dari para saksi, sambung Suparman, Abdul Gani tak kunjung menepati janjinya memasukkan orang menjadi PNS.
"Sayapun dikejar-kejar. Bahkan saya harus mengganti uang Rp100 juta kepada seseorang yang kerabatnya seorang oknum TNI. Karena saya merasa ditipu selanjutnya saya melaporkan Abdul Gani ke Polres Batubara tahun 2015 lalu. Sayangnya laporan saya jalan di tempat," ujar Suparman.
Suparman menjelaskan bahwa untuk pengurusan CPNS tamatan SLTA, D3 dan S1 dikenakan biaya bervariasi.
"Biayanya itu, untuk SLTA Rp 50 Juta, D3 Rp 75 Juta dan S1 Rp 100 Juta. Jadi tidak benar kemarin keterangan pelapor saya meminta uang SLTA Rp 80 Juta, D3 Rp 120 Juta dan S1 Rp 200 Juta," jelasnya mengakhiri.
Dalam keterangannya, Kuasa Hukum terdakwa, Dedi Suheri mengatakan bahwa ia berniat mengungkap jaringan atau keterlibatan orang-orang tertentu yang menyebabkan kliennya dipenjara.
"Ini ada jaringannya, Suparman korban Abdul Gani, Salamah, Ernawati, Salamah dan Yustina. Saya mau semuanya juga diperiksa, karena semuanya juga calo CPNS," harap ya.
Namun, ada yang menarik saat Suparman memberikan keterangan, para saksi yang hadir di persidangan sempat komplain dengan keterangan Suparman.
Mereka tidak sepakat dengan keterangan yang diberikan oleh Suparman.
"Sudah-sudah jangan ribut yang di belakang. Ini keterangan terdakwa," tegas Majelis Hakim.
Hingga akhirnya Majelis Hakim menunda persidangan dan melanjutkannya pekan depan dengan agenda tuntutan.
Sebelumnya, dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anwar Ketaren menjerat terdakwa dengan Pasal 378 ayat (1) ke 1 KUHPidana. (red)
Hal itu diungkapkan Suparman saat memberikan keterangannya dihadapan Ketua Majelis Hakim, Tengku Oyong dalam sidang yang digelar di ruang Cakra 6, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (26/11) sore.
"Waktu itu tahun 2014 yang mulia. Dia (Abdul Gani) datang ke rumah saya. Saya nanya kerjaan untuk anak saya. Terus dia bilang masukkan PNS saja. Syaratnya bayar Rp100 juta kalau anak saya S1," ucap Suparman yang merupakan pensiunan pegawai PT Inalum ini.
Lanjut Suparman, karena saat itu Abdul Gani menjabat sebagai Asisten II di Pemkab Batubara membuatnya percaya. Selanjutnya Abdul Gani menyuruhnya untuk dicarikan orang yang mau dimasukkan PNS.
"Abdul Gani bilang kalau ada yang mau jadi PNS syaratnya untuk SLTA Rp50 juta kalau D3 Rp75 juta dan S1 Rp100 juta," beber Suparman.
Singkat cerita, Suparman kemudian mencarikan orang yang mau masuk PNS. Dia kemudian berkenalan dengan saksi Erna.
"Dari Erna saya terima uang muka sebesar Rp40 juta untuk nama Sulaiman D3 yang mau dimasukkan PNS. Kemudian dari Erna saya kenal yang lainnya," tutur Suparman.
Ditanya Majelis Hakim berapa sebenarnya total uang yang sudah diterimanya, Suparman mengaku bervariasi.
"Yustina Rp300 juta lebih, Salamah Rp600 juta dan Erna Rp40 juta. Dan semua uang itu saya serahkan semua kepada Abdul Gani. Saya hanya mengambil ongkos saja," ungkap Suparman.
Setelah menerima uang dari para saksi, sambung Suparman, Abdul Gani tak kunjung menepati janjinya memasukkan orang menjadi PNS.
"Sayapun dikejar-kejar. Bahkan saya harus mengganti uang Rp100 juta kepada seseorang yang kerabatnya seorang oknum TNI. Karena saya merasa ditipu selanjutnya saya melaporkan Abdul Gani ke Polres Batubara tahun 2015 lalu. Sayangnya laporan saya jalan di tempat," ujar Suparman.
Suparman menjelaskan bahwa untuk pengurusan CPNS tamatan SLTA, D3 dan S1 dikenakan biaya bervariasi.
"Biayanya itu, untuk SLTA Rp 50 Juta, D3 Rp 75 Juta dan S1 Rp 100 Juta. Jadi tidak benar kemarin keterangan pelapor saya meminta uang SLTA Rp 80 Juta, D3 Rp 120 Juta dan S1 Rp 200 Juta," jelasnya mengakhiri.
Dalam keterangannya, Kuasa Hukum terdakwa, Dedi Suheri mengatakan bahwa ia berniat mengungkap jaringan atau keterlibatan orang-orang tertentu yang menyebabkan kliennya dipenjara.
"Ini ada jaringannya, Suparman korban Abdul Gani, Salamah, Ernawati, Salamah dan Yustina. Saya mau semuanya juga diperiksa, karena semuanya juga calo CPNS," harap ya.
Namun, ada yang menarik saat Suparman memberikan keterangan, para saksi yang hadir di persidangan sempat komplain dengan keterangan Suparman.
Mereka tidak sepakat dengan keterangan yang diberikan oleh Suparman.
"Sudah-sudah jangan ribut yang di belakang. Ini keterangan terdakwa," tegas Majelis Hakim.
Hingga akhirnya Majelis Hakim menunda persidangan dan melanjutkannya pekan depan dengan agenda tuntutan.
Sebelumnya, dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anwar Ketaren menjerat terdakwa dengan Pasal 378 ayat (1) ke 1 KUHPidana. (red)