Basis data nantinya berfungsi untuk memastikan adanya pembentukan kebijakan bidang hukum dan HAM serta pelayanan publik yang berbasis bukti (evidence-based policy making) serta penanganan atau penyelesaian masalah-masalah hukum dan HAM serta pelayanan publik secara tepat dan efisien dalam membentuk kebijakan atau merespon masalah-masalah hukum dan HAM serta pelayanan publik yang ada di masyarakat. Dengan tujuan tersebut, Kementerian Hukum dan HAM membangun sistem informasi dalam SIPKUMHAM. Salah satu informasi yang dirangkum dalam SIPKUMHAM pada Periode Juni 2022 adalah terkait Penerapan Restorative Justice yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri Samosir kepada seorang lansia berumur 96 tahun, Ibu Gandaria Siringo-ringo.
Menindaklanjuti informasi tersebut Tim Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara yang terdiri dari Kepala Bidang HAM, Flora Nainggolan, didampingi Kepala Subbidang Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Bram Gun Saulus L.Gaol dan Analis Hukum, Novita Sartika melaksanakan kunjungan dalam bentuk pengumpulan informasi lebih lanjut pada Kejaksaan Negeri Samosir pada tanggal 08 Juni 2022. Kehadiran Tim diterima dengan baik oleh Kepala Kejaksaan Negeri Samosir, Andi Adikawira Putera,SH.,MH beserta Jaksa yang menangani langsung perkara yang dimaksud, Roland Tampubolon dan Nova br. Ginting.Flora menuturkan bahwa “SIPKUMHAM merupakan sistem yang menerapkan artificial intelligence dan crawling data sehingga mampu menginventarisir, mengidentifikasi serta mengklasifikasi permasalahan hukum, hak asasi manusia, serta pelayanan publik dari media online dan media sosial secara otomatis termasuk diantaranya pemberitaan terkait Penerapan Restorative Justice yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri Samosir diatas”.
Andi Adikawira Putera, menyampaikan bahwa “Berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Keadilan Restoratif diartikan sebagai *Penerapan Restorative Justice Terangkum Dalam SIPKUMHAM, Kanwil Kemenkumham Sumut Lakukan Koordinasi Dengan Kejaksaan Negeri Samosir*
Samosir - Permasalahan Hukum dan HAM mempunyai keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan. Masalah-masalah hukum yang menjadi tanggung jawab pemerintah tidak terlepas dari kerangka utama kewajiban negara. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan adanya basis data dan informasi yang memadai, reliabel, dan relevan mengenai permasalahan hukum dan HAM serta pelayanan publik yang ada atau dirasakan oleh masyarakat. Basis data nantinya berfungsi untuk memastikan adanya pembentukan kebijakan bidang hukum dan HAM serta pelayanan publik yang berbasis bukti (evidence-based policy making) serta penanganan atau penyelesaian masalah-masalah hukum dan HAM serta pelayanan publik secara tepat dan efisien dalam membentuk kebijakan atau merespon masalah-masalah hukum dan HAM serta pelayanan publik yang ada di masyarakat. Dengan tujuan tersebut, Kementerian Hukum dan HAM membangun sistem informasi dalam SIPKUMHAM. Salah satu informasi yang dirangkum dalam SIPKUMHAM pada Periode Juni 2022 adalah terkait Penerapan Restorative Justice yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri Samosir kepada seorang lansia berumur 96 tahun, Ibu Gandaria Siringo-ringo. Menindaklanjuti informasi tersebut Tim Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara yang terdiri dari Kepala Bidang HAM, Flora Nainggolan, didampingi Kepala Subbidang Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Bram Gun Saulus L.Gaol dan Analis Hukum, Novita Sartika melaksanakan kunjungan dalam bentuk pengumpulan informasi lebih lanjut pada Kejaksaan Negeri Samosir pada tanggal 08 Juni 2022. Kehadiran Tim diterima dengan baik oleh Kepala Kejaksaan Negeri Samosir, Andi Adikawira Putera,SH.,MH beserta Jaksa yang menangani langsung perkara yang dimaksud, Roland Tampubolon dan Nova br. Ginting.
Flora menuturkan bahwa “SIPKUMHAM merupakan sistem yang menerapkan artificial intelligence dan crawling data sehingga mampu menginventarisir, mengidentifikasi serta mengklasifikasi permasalahan hukum, hak asasi manusia, serta pelayanan publik dari media online dan media sosial secara otomatis termasuk diantaranya pemberitaan terkait Penerapan Restorative Justice yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri Samosir diatas”.
Andi Adikawira Putera, menyampaikan bahwa “Berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Keadilan Restoratif diartikan sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”.
“Sehubungan dengan hal tersebut, penerapan keadilan restoratif terhadap Iansia berumur 96 tahun tersebut merupakan langkah yang telah memperhatikan hak korban yang tergolong dalam kelompok rentan dengan tidak mengesampingkan koridor hukum yang berlaku. Dari informasi yang dirangkum tim, kesepakatan damai juga telah dicapai oleh kedua belah pihak yang berkonflik, sehingga penerapan restorative justice tersebut telah tepat”, tutur Andi menambahkan.
Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Pasal 4 menegaskan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memperhatikan kepentingan Korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon dan keharmonisan masyarakat, serta kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. “Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia berpesan agar semua jaksa memahami restorative justice.”, ujar Andi mengakhiri kegiatan. perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”.
“Sehubungan dengan hal tersebut, penerapan keadilan restoratif terhadap Iansia berumur 96 tahun tersebut merupakan langkah yang telah memperhatikan hak korban yang tergolong dalam kelompok rentan dengan tidak mengesampingkan koridor hukum yang berlaku. Dari informasi yang dirangkum tim, kesepakatan damai juga telah dicapai oleh kedua belah pihak yang berkonflik, sehingga penerapan restorative justice tersebut telah tepat”, tutur Andi menambahkan.
Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Pasal 4 menegaskan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memperhatikan kepentingan Korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon dan keharmonisan masyarakat, serta kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. “Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia berpesan agar semua jaksa memahami restorative justice.”, ujar Andi mengakhiri kegiatan.(JN)