Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPRD Kota Medan menyoal masih tingginya kawasan kumuh dan pemukiman di ibu kota Provinsi Sumatera Utara ini. Sebab, sudah beberapa kali kesempatan pergantian atau periodesasi kepemimpinan walikota Medan, namun kawasan kumuh atau pemukiman masih juga belum bisa diatasi secara signifikan.
“Di beberapa kali kesempatan, FPAN DPRD kota Medan menyampaikan bahwa sudah belasan tahun dan beberapa periode kepemimpinan walikota Medan sebelumnya, kawasan atau pemukiman kumuh yang terdapat di 17 kecamatan dan 48 kelurahan di kota Medan tidak kunjung berkurang,” ujar Edi Saputra ST saat membacakan pandangan umum fraksinya atas Penjelasan Kepala Daerah terhadap Ranperda tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Selasa (12/9/2023) di gedung DPRD kota Medan.
Namun perkembangan terakhir, berdasarkan SK Wali kota Medan Nomor 050 tahun 2022, lokasi kawasan kumuh atau pemukiman kumuh di Kota Medan terdapat di 33 kelurahan yang tersebar di 14 kecamatan. Jumlah ini masih tergolong tinggi.
Fraksi PAN DPRD Medan memandang proses penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman harus dimulai dengan proses yang baik dan penyusunan perencanaan yang matang, yang berbasis rencana tata ruang, termasuk memperhatikan kelayakan lahan yang akan dimanfaatkan sebagai lokasi perumahan dan kawasan permukiman, khususnya untuk lokasi yang berada didaerah rawan bencana.
Dengan demikian, penyelenggaraan perumahan permukiman harus mengutamakan humanisme, dan memperhatikan lingkungan dalam konsep pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, keteraturan dan keindahan tata kota.
“Bagi Fraksi PAN DPRD Medan, kompleksitas persoalan pembangunan perumahan dan permukiman semakin beragam, ditandai antara lain dengan adanya kawasan permukiman kumuh di perkotaan, laju permintaan terhadap lahan perumahan dan permukiman yang semakin meningkat,” ungkap Edi.
Lebih lanjut dikatakannya, faktor lainnya adalah, rendahnya kompetensi sumber daya manusia tentang penyelenggaraan perumahan dan permukiman, lemahnya kapasitas komunitas dalam pengelolaan lingkungan, kurangnya pemahaman stakeholders tentang perumahan dan kawasan permukiman secara komprehensif, serta lemahnya aksi bersama dan/atau integrasi lintas sektor di bidang penyelenggaraan perumahan dan permukiman.(S.Smjk)